-->

Monday, May 4, 2015

Suami Istri Bertengkar Jangan Terbiasa Ucapkan Kata "Cerai"

kotabontang.net - Pasangan yang sudah menikah pasti paham bahwa menyatukan dua karakter yang berbeda menuju tujuan yang sama, bukan persoalan yang mudah. Menjalani rumahtangga merupakan perjuangan cinta yang kontinyu sepanjang waktu bersama. Namun, di situlah letak daya tarik sebuah pernikahan, meski tidak selalu bergulir mulus tapi selalu ada cinta yang menghangatkan.

Saat suhu pertengkaran pada pasangan suami istri sedang tinggi, biasanya kata-kata yang menyakitkan seperti perceraian dan penyelesan tidak sengaja terlontar demi saling menyakiti. Menurut Jane Greer, penulis dan penyiar radio, kondisi ini “terpaksa” terjadi karena amarah melemahkan logika dan membuat segala ucapan menjadi negatif serta tajam.

Alasan lainnya adalah salah satu pihak merasa frustrasi dan mereka berpikir akan melakukan apa pun untuk memenangkan argumen.

Greer menyarankan, alih-alih konflik berangsur semakin kacau, pasangan suami istri lebih baik melakukan “rehat” sejenak untuk mendinginkan emosi berikut pikiran. “Jangan membiarkan hal sepele yang membuat Anda tidak nyaman tumbuh menjadi bukit emosional yang memuncak,” ujar Greer.

Sering memendam kekecewaan, jelas Greer, merupakan pangkal masalah yang umum terjadi pada pasangan menikah. Alhasil, lain waktu terjadi pertengkaran, terjadilah sesi saling mengungkit. Kondisi ini sama sekali bukan pilihan yang tepat, melainkan “membunuh” kehangatan.

Kemudian, kebiasaan lain yang relatif terjadi pasangan suami istri adalah saling mengejek karakter saat berhadapan dengan konflik. Menurut, konsultan pernikahan bernama Charlie Harary, mengkritik kebiasaan buruk pasangan saat sedang bertengkar menghasilkan kondisi yang panas dan penuh amarah. Sebaliknya, memberitahukan kebiaasan buruk pasangan kala hubungan sedang baik-baik saja, justru bisa membuat pasangan mengintropeksi diri.

“Pasangan suami istri yang sedang bertengkar sering kali mengucapkan kalimat berupa umpatan yang sengaja dilontarkan demi menyakiti pihak lain. Namun, pernikahan itu bukan pertandingan soal siapa yang lebih unggul dan siapa yang tidak, tapi soal keseimbangan. Peran yang proporsional,” urai Harary. (kompas.com)

Previous
Next Post »